Thursday, May 8, 2008

Beareau-Crazy, kalau bisa dipersulit kenapa mesti dipermudah?



Birokrasi di Indonesia adalah sebuah keniscayaan mengenai sulitnya sebuah pelayanan dan rumitnya tatacara.Sebenarnya secara tekstual aturan main semestinya simple dan mudah untuk memperoleh layanan. Tetapi dalam tataran praktek tunggu dulu,semua harus dibuat rumit bin ruwet plus lama.

Saya yang pernah mengenyam pendidikan Public Administrasion sering terperanjat mendapati fenomena ini, karena secara teoritis memang tidak ada seorang pakarpun yang berteori dan merekomendasikan agar kita memperlambat layanan kepada masyarakat.Entah darimana asal muasal para birokrat
di Indonesia belajar mengenai pengetahuan memperlambat, mempersulit dan memperumit cara, prosedur maupun system ini?

Tetapi hasil implementasinya sungguh jelas, sehingga setiap orang yang berhadapan dengan jurus ini pasti akan pusing tujuh keliling dibuatnya.Hampir semua personel selalu berkeinginan mendapatkan layanan cepat nan prima,tetapi kalau justru kebalikannya yang didapat,tentu segala cara ditempuh agar waktu dapat dihemat.


Pengalaman saya sebagai Manager General Affair & Personalia antara tahun 1997-2001 Perusahaan Supplier Garment Korea memang hampir saban waktu berhubungan dengan institusi Pemerintahan.Mulai dari BKPMD, Kanwil Disnaker, Imigrasi, bagian dinas Tata Kota Kotamadya Surabaya, Bahkan ke Institusi POLDA, tidak menjadikan saya kesulitan dibuatnya.Hal ini disebabkan oleh karena posisi saya yang tidak langsung berada dipihak yang harus mengikuti semua instruksi secara mentah .

Adalah Mr.Park-Jeon Mu Nim, sebutan kepangkatan di Korea untuk
seorang Managing Director yang menjadi Boss saya sangat mahfum dengan
urusan Birokrasi negeri ini.Pengalaman selama lebih dubelas tahun tinggal di Ibu Pertiwi kala itu mengajarkan bahwa untuk mendapatkan kemudahan akses Birokrasi dan kecepatan pelayanan birokrat di negeri ini haruslah dibarengi dengan amplop bertabur rupiah.Memang terbukti hampir dikatakan tidak lagi ada tembok yang tidak bisa ditembus atau ada sekat
yang menghalanginya.

Sebetulnya sebagai seorang Anak Bangsa saya merasakan hal ini
sebagai sesuatu yang menyakitkan, meyedihkan sekaligus
memalukan.Menyakitkan karena ditengah keterpurukan bangsa ini mereka
tetap berusaha memperkaya diri, menyedihkan karena para birokrat yang
mempunyai semboyan sebagai Abdi Negara, ternyata tak lebih sebagai Abdi
Rupiah dan memalukannya dihadapan expatriate bangsa lain Negeri kita
nampak seolah hanya bisa diatur dengan duit tidak oleh yang lain.Ada uang ada Pelayanan Tak ada uang Ente sebaiknya terbang .

Karena seringnya mendapatkan kesulitan dan ujung-ujungnya duit,
maka sang Boss selalu menyiapkan fulus tiap kali mau berhubungan dengan
urusan pelayanan Public.

Suatu hari karena kejenuhan diminta uang siluman yang mulai
mengusik hati nurani dan karena seringnya ada pertanyaan detail dari
kantor pusat di Jakarta mengenai pengeluaran yang tanpa disertai Kwitansi resmi .Suatu hari saya atas sepertujuan beliau mencoba mengurus perpanjangan KITAS di Imigrasi Kelas I Surabaya tanpa menggunakan cara-cara membayar uang siluman dibawah meja.

Saya mendatangi Kantor dimaksud pagi-pagi dengan harapan semua
urusan kelar sebelum tengah hari. Hari itu saya tidak menemui “ orang
dalam” yang sering membantu membypass seluruh urusan sehingga
ditangannya lah jalur panjang dan berbelit menjadi begitu ringkas dan
mudah.

Setelah Tanya kanan–kiri serta mempelajari Prosedur yang
tertempel didinding mulailah perjuangan itu. Ternyata untuk urusan
sebuah perpanjangan KITAS saya harus melewati 13 loket dan meja.Sungguh sebuah angka fantastis untuk selembar Kartu Ijin Menetap Sementara bagi Expatriate yang semua datanya telah ada dan tinggal hanya menuliskan tahun berlaku yang baru ,copy paste semua data yang ada, membubuhkan stempel dan tandatangan imigrasi.

Di meja pertama saya tak berusaha menjulurkan amplop, dan
disanalah saya bisa merasakan ngantri selama 2,5 jam tanpa urutan kaídah antrian.Sesiapa yang membawa amplop maka segera urusan
selesai.Berikutnya setelah mendapat petunjuk dari seseorang yang baik
hati saya menyelipkan rupiah diantara berkas saya. Dan benar saya bisa
melewati setiap meja dengan hanya butuh waktu 10-15 menit saja.

Stop,langkah saya terhenti di Loket ke 11, bukan saya kelelahan
atau kehilangan kesabaran, tetapi lebih karena tempat dimaksud benar-
benar tidak bisa saya temukan. Yang aneh setiap kali saya tanyakan ke
semua orang mereka hanya tersenyum, cuek bahkan ada yang berisyarat tidak tahu dengan mengangkat bahu.Karena waktu yang mendekati jam tutup kantor saya balik badan kembali untuk pulang.

Setelah berdiskusi dan melaporkan ihwal kesulitan itu pada
atasan, maka esoknya diputuskan untuk langsung bertemu dengan “orang
dalam”. Ajaib begitu amplop dan berkas diterima tanpa menunggu lama hari itu juga saya menerima perpanjangan KITAS. Karena penasaran dengan posisi Loket 11 saya memberanikan diri untuk bertanya. Sambil tersenyum
sang “orang dalam” mengajak saya masuk ke dalam satu ruangan yang
terpisah dari loket lain yang tidak bisa diakses dari luar.Keberadaan
Loket ke 11 justru tersembunyi atau bahkan justru memang disembunyikan,
sehingga membuka peluang bagi adanya undertable money.

Tujuh tahun telah berlalu, beberapa hari lalu karena kapasitas saya sebagai ketua yayasan Pendidikan yang kebetulan mendapatkan amanah mengelola dana hibah partisipatif pembangunan sarana prasarana Taman Kanak-kanak harus menyerahkan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana yang telah selesai dibelanjakan.

Sidoarjo sebagai salahsatu daerah dengan tingkat layanan Public terbaik di Jawa Timar-dibuktikan dengan diperolehnya Otonomi Awards oleh salahsatu koran Nasional yang berbasis di Surabaya, ternyata masih menerapkan birokrasi yang berbelit, tidak Standard antar person satu dan lainnya meski dalam satu atap kantor.Bahkan yang menyakitkan mereka dalam mengoreksi berkas laporan kita tidak sekaligus serta komprehensif.

Di hari pertama ada kesalahan menjumlahkan transaksi belanja dikurangi dengan pembayaran PPh,diminta mengoreksi dan kembali dihari berikutnya.No Problem karena ini memang koreksi yang seharusnya.

Hari kedua, setelah koreksi pertama selesai maka tanggal transaksi dipermasalahkan, bukti pembayaran harus dipisahkan untuk yang tanggal belanjanya tidak berbarengan dengan yang lain.Vonisnya Koreksi dan kembali dihari lain.

Hari ketiga, semua telah diganti, dipisahkan maka koreksi pada pertemuan ini adalah kurangnya beberapa kopi dari tanda tarima deserta materainya.Laporan telah diterima tetapi Kwitansi harus dilengkapi sesuai dengan stándar yang telah ditetapkan.Hari itu sedikit lega tetapi kelengkapan bukti pembayaran tetap dinanti dihari lain.

Sengaja saya tidak mengeluarkan rupiah karena ini kerja social dan memang tidak ada budgeting untuk itu.Tetapi saya prihatin dengan sikap government officer yang tidak bisa membedakan urusan Bisnis yang memang banyak orang sukses didalamnya sehingga Sedikit wajar( meski juga kalau ditinjau disisi lain kurang ajar juga lho!)kalau mereka menyelipkan sejumlah rupiah.

Dalam perjalanan pulang setelah laporan Pertanggungjawaban memasuki kesempatan ke 3 ini gagal disetujui secara utuh, saya teringat sebuah iklan produk sigaret di Televisi yang secara elegant menyindir perilaku menyimpang ini dengan tagline: “Kalo bisa dipersulit kenapa dipermudah?”Karena kalo dipermudah tentu tidak ada peluang mendapat angpau.Maka saya dalam hati juga menjuluki mereka bukan lagi sebagai sebagai bagian dari Beareaucration, suatu sistem pelayanan cerdas yang mengusung nilai pelayanan dan kemudahan. Melainkan sebagai satu makhluk Beareau-Crazy, sesosok lembaga pelayanan yang teramat Gokil karena menghalalkan dan melegalkan segala cara untuk mendapatkan rupiah.

Di tahun Kebangkitan Nasional yang memasuki usia yang ke -100 tahun tentu menjadi PR bagi masing-masing kita yang menginginkan adanya bangkitnya Negeri ini dari keterpurukan .Bahwa kalau kita menginginkan banyaknya investor masuk ke negeri ini, hal-hal yang saya ceritakan didepan sungguh sesuatu yang tidak ‘Layak Jual”.

Para Kompetitor kita macam Thailand, Vietnam, bahkan China telah membuat banyak terobosan serta penawaran kepada sesiapa saja yang akan masuk sebagai investor, mulai dari pembebasan biaya Pajak dalam periode waktu tertentu, kemudahan mendapat akses perijinan dalam satu atap yang transparan dan reasonable dalam tariffnya sampai dengan waktu yang relatif pendek dalam layanannya.

Sungguh suatu ironi bahwa instistusi Public yang dibuat bertujuan untuk kemudahan bagi warga dan para calon investor tetapi dalam praktik masih mempersulit pihak yang membutuhkan pelayanan dengan harapan akan beroleh uang siluman.Sehingga dibalik malasnya para calon investor datang ke negeri tercinta ini terdapat gagalnya ratusan bahkan ribuan peluang kerja yang berarti gagal pula diciptakan.Maka pengangguran pun setiap tahun akan selalu bertambah.bagaimana pengalaman anda?

No comments: